Rubrik Bahasa: Memaknai 28 Oktober
Rubrik Bahasa - Pekan lalu kita memperingati 28 Oktober sebagai peristiwa penting kebangsaan dan kebahasaan. ‘Berbahasa satu: bahasa Indonesia’ yang diucapkan oleh para pemuda kala itu seakan jadi mantra pengikat kemajemukan bangsa Indonesia. Sebagai varian dari dialek Melayu, bahasa Indonesia, yang belum kukuh pada masa itu, dipilih lantaran bersifat universal, egaliter, dan cukup mudah digunakan.
Pembenahan bahasa Indonesia pertama kali bermula dari kongres bahasa Indonesia yang dilaksanakan di Solo, pada 25-28 Juni 1938. Itu merupakan cikal-bakal pengukuhan bahasa Indonesia secara terencana. Patut diketahui, usulan kongres tersebut bukanlah dari ahli bahasa, melainkan dari seorang wartawan harian Soeara Oemoem, Raden Mas Soedardjo. Ia beranggapan bahwa surat-surat kabar China pada saat itu begitu mengacaukan penggunaan bahasa.
Sepanjang perjalanan, bahasa Indonesia terus berproses dan diolah baik melalui kamus-kamus resmi, penyempurnaan ejaan, maupun pengajaran di ranah pendidikan. Tumbuh-kembang bahasa Indonesia bisa dilihat dalam kamus yang mencatat ratusan ribu lema yang terkumpul dan terolah semenjak tercetusnya bahasa Indonesia. Berjibun jumlah lema tersebut disebabkan keterbukaan bahasa Indonesia terhadap pengaruh bahasa dan budaya asing.
Akan tetapi, kemajuan zaman juga sering kali diiringi dengan paradoks pemakaian bahasa. Agaknya kita perlu belajar dari perjalanan bahasa Inggris menjadi bahasa dunia. Di samping bersifat terbuka, bahasa Inggris juga tidak menghilangkan ciri-ciri khasnya sekalipun mendapat pengaruh luar. Keterbukaan bahasa Inggris terjadi secara linguistis dan sosial-budaya. Berbeda halnya dengan bahasa Prancis dan Jerman yang menutup diri dan menjaga kemurnian mereka (Teeuw, 1987).
Dalam pada itu, bahasa Inggris terus-menerus aktif memperluas kosakatanya dengan meminjam kosakata bahasa Prancis yang dibawa bangsa Norman pada 1066 ketika menjajah Inggris. Waktu itu, Prancis memang lebih unggul dari segi kebudayaan. Pada masa berikutnya, zaman Renaisans, kosakota Latin dan Yunani lebih banyak lagi terserap ke dalam bahasa Inggris. Istilah-istilah ilmu pengetahuan dalam bahasa Inggris mengikuti prosedur morfologi Latin dan Yunani.
Jika kita lihat perkembangan antara bahasa Melayu (Indonesia) dan bahasa Inggris di masa kemudian akan tampak betapa bahasa kita kedodoran jauh dari bahasa Inggris. Pasalnya, sejak berabad-abad lamanya bahasa Inggris memiliki varian baku (British dan American English) yang berkedudukan kuat sehingga dapat terus bertahan melalui pendidikan, tulisan, dan pelbagai media massa berwibawa.
Salah satu contoh adalah kantor berita BBC yang menjadi patokan masyarakat penutur Inggris dalam mempergunakan bahasa tersebut. Itu berbeda dengan surat-surat kabar kita yang umumnya memiliki gaya tipikal masing-masing. Misalnya, dalam menentukan penggunaan kata-kata atau istilah tertentu yang tak sesuai dengan kaidah yang sudah diberlakukan. Bukankah hal itu mengindikasikan Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (edisi mutakhir) tak terlampau berpengaruh kuat?
Pembenahan bahasa Indonesia pertama kali bermula dari kongres bahasa Indonesia yang dilaksanakan di Solo, pada 25-28 Juni 1938. Itu merupakan cikal-bakal pengukuhan bahasa Indonesia secara terencana. Patut diketahui, usulan kongres tersebut bukanlah dari ahli bahasa, melainkan dari seorang wartawan harian Soeara Oemoem, Raden Mas Soedardjo. Ia beranggapan bahwa surat-surat kabar China pada saat itu begitu mengacaukan penggunaan bahasa.
Sepanjang perjalanan, bahasa Indonesia terus berproses dan diolah baik melalui kamus-kamus resmi, penyempurnaan ejaan, maupun pengajaran di ranah pendidikan. Tumbuh-kembang bahasa Indonesia bisa dilihat dalam kamus yang mencatat ratusan ribu lema yang terkumpul dan terolah semenjak tercetusnya bahasa Indonesia. Berjibun jumlah lema tersebut disebabkan keterbukaan bahasa Indonesia terhadap pengaruh bahasa dan budaya asing.
Sumber gambar: factsofindonesia.com |
Akan tetapi, kemajuan zaman juga sering kali diiringi dengan paradoks pemakaian bahasa. Agaknya kita perlu belajar dari perjalanan bahasa Inggris menjadi bahasa dunia. Di samping bersifat terbuka, bahasa Inggris juga tidak menghilangkan ciri-ciri khasnya sekalipun mendapat pengaruh luar. Keterbukaan bahasa Inggris terjadi secara linguistis dan sosial-budaya. Berbeda halnya dengan bahasa Prancis dan Jerman yang menutup diri dan menjaga kemurnian mereka (Teeuw, 1987).
Dalam pada itu, bahasa Inggris terus-menerus aktif memperluas kosakatanya dengan meminjam kosakata bahasa Prancis yang dibawa bangsa Norman pada 1066 ketika menjajah Inggris. Waktu itu, Prancis memang lebih unggul dari segi kebudayaan. Pada masa berikutnya, zaman Renaisans, kosakota Latin dan Yunani lebih banyak lagi terserap ke dalam bahasa Inggris. Istilah-istilah ilmu pengetahuan dalam bahasa Inggris mengikuti prosedur morfologi Latin dan Yunani.
Jika kita lihat perkembangan antara bahasa Melayu (Indonesia) dan bahasa Inggris di masa kemudian akan tampak betapa bahasa kita kedodoran jauh dari bahasa Inggris. Pasalnya, sejak berabad-abad lamanya bahasa Inggris memiliki varian baku (British dan American English) yang berkedudukan kuat sehingga dapat terus bertahan melalui pendidikan, tulisan, dan pelbagai media massa berwibawa.
Salah satu contoh adalah kantor berita BBC yang menjadi patokan masyarakat penutur Inggris dalam mempergunakan bahasa tersebut. Itu berbeda dengan surat-surat kabar kita yang umumnya memiliki gaya tipikal masing-masing. Misalnya, dalam menentukan penggunaan kata-kata atau istilah tertentu yang tak sesuai dengan kaidah yang sudah diberlakukan. Bukankah hal itu mengindikasikan Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (edisi mutakhir) tak terlampau berpengaruh kuat?
Posting Komentar untuk "Rubrik Bahasa: Memaknai 28 Oktober"